WE ARE GONNA FINE IT

Selasa, 25 November 2014

TULISAN 2

BABY STEPS
Karya : Indri KN

            Katanya, Tuhan tidak akan menyulitkan hamba-Nya. Katanya, Tuhan tidak akan memberikan ujian yang tidak bisa dilalui hamba-Nya. Katanya, Tuhan menyayangi kita. Fakta yang tidak mungkin terbantahkan, katanya. Masihkah aku percaya ?, bahkan saat aku mempertanyakan kepercayaanku. Mungkin para iblis di neraka sedang menggongong mencemoohku. Mungkin ?, ya mungkin...
            Diakhir November, Sabtu kelabu.  Aku masih berpijak pada trotoar di pinggir jalan. Fikiranku melayang... jauh menembus awan hitam. Lalu keperhatikan sekitar. Beberapa di antara mereka berjalan bergandengan tangan, berlindung di bawah satu payung. Lalu, seorang ibu dengan payung kuning di tangan kanannya dan seorang anak perempuan mungil di tangan kirinya melintas di hadapanku. Langkah buru-buru mereka menciptakan cipratan kotor di sekitar sepatuku. Aku hanya diam memperhatikan. Memangnya apa yang bisa ku lakukan ?. otakku menyuruhku untuk melangkah.
            TIIINNNN TIIINNNN
            Bahkan di tengah keramaian polusi suara manusia yang berlomba dengan rintikan hujan, yang ku rasakan hanya ‘ aku disini, sendiri’. Mainset. Dua hal yang ku yakini pasti ada didunia ini, hanya Tuhan dan kehidupanku. Teman ? Aku tidak membutuhkan teman yang memasang topeng dengan garis lengkung yang dibuat semanis mungkin di bibir mereka. Oh... jangan anggap aku seorang introvert, aku hanya berfikir realistis.
            Bangunan itu berwarna putih gading. Rumahku yang seharusnya menjadi istanaku. Namun tidak lagi saat ini. Bau alkohor menyengat bercampur dengan bau rokok dan bahan kokain lainnya. Disudut ruangan yang ku lihat hanya perempuan dengan pakaian super minimalis. Bolehkah aku menyebut mereka hampir telanjang ?. Lalu laki-laki dengan jaz eksekutif dengan dompet tebal. Sekumpulan orang-orang munafik yang terjebak kehidupan. Mungkin iblis telah mengambil alih otak jenius mereka.
            “Sweetheart..., ” suara wanita itu membuatku mual.
            “Kau sudah pulang ?, ” mungkin itu suara pelanggan ‘nya’, atau suara kakak laki-laki ku ?. Bahkan aku sudah lupa bagaimana suara orang yang ku sebut ‘kakak-ku’ itu.
            “Siapa dia, hmmm cukup manis, ” suara berikutnya meyakinkanku bahwa laki-laki itu bukan kakakku.
            “Shut Up your fucking mount, Jerk! Dia bukan ‘barang’ disini !, ” itu baru suara kakak laki-lakiku.
            Melangkah, yang kulakukan hanya terus melangkah. Bersembunyi di tempat paling aman. Menghindari hal biasa yang selalu membuatku ketakutan. Kakak perempuanku, mereka jual. Mereka ? ya mereka, ayah dan ibu yang seharusnya melindungiku. Mungkin akan tiba saatnya aku. Suatu hari nanti. Hari yang tidak pernah ku tunggu kedatangannya.
            KRIET
            BLAM
            “Hhhah... hhah..”.
            “God.... please... please, ” mungkinkah saat aku menyebut nama-Nya, Dia mendengarku ?.
            Nafasku memburu. Rasanya seluruh aliran darahku di ikat tali tipis yang membuat jantungku tersumbat. Lalu, apa yang bisa ku lakukan ?. Hanya memandang lubang kecil ventilasi kamar. Di antara kegelapan kamarku yang temaram ada pantulan warna jingga di sana. Seperti hidupku yang suram ini, adakah setitik cahaya ?.  Bahkan ketika kakiku telah melepuh karena melangkah ke depan. Tuhan tidak juga memberikan cahaya itu kepadaku.
            Berapa lama lagi aku harus bertahan ?, kayakinanku hampir hilang. Seperti sunset yang berganti dengan malam gelap karena bulan bersembunyi di antara awan-awan mendung. Mereka para awan hanya bisa memandangku, mengucilkanku tanpa pernah mencoba membawaku berlari di belakang mereka. Tidak ada pertolongan, hanya aku disini.... sendiri.
            SRET
            TES... TES... TES....
            Mataku terpejam meresapi semua ekstasi yang ku dapatkan dari goresan-goresan yang ku tolehkan di pergelangan tangan. Cukup dalam untuk membuat luka namun tidak untuk membunuhku. Entah sejak kapan, silet adalah ‘sahabat’ paling setia yang selalu ada di dompetku. Self injury, gangguan mental yang tidak ku sadari kapan datangnya. Hanya satu yang ku tahu, saat tetesan darah itu mengalir keluar dari epidermis-ku, ketenangan luar biasa akan menyambutku. Meyakinkanku bahwa hidupku belum berakhir.
            Mungkin sunset telah berakhir. Mungkin malam selalu identik dengan gelap. Namun Tuhan masih memberikan waktu untukku. Mungkin tidak untuk saat ini, namun nanti. Mungkin sunrise ada di penghujung waktuku. Mungkin juga ‘ia’ sedang menungguku saat ini. Bersama keyakinanku terhadap Tuhan yang menipis, Langkah-langkah kecil dari kedua kakiku akan membawaku ketempatnya. Hanya terus melangkah sampai Tuhan mengambil kedua kakiku, hanya terus melangkah. Memangnya, apa lagi yang bisa ku lakukan ?, karena ini adalah penderitaan-ku dan langkah-ku ingin mengubahnya menjadi kebahagiaan.

            “Katanya, Tuhan menciptakan mahluk-Nya bukan untuk menderita.... Bolehkah aku percaya ?”.

1 komentar: