BABY
STEPS
Karya :
Indri KN
Katanya,
Tuhan tidak akan menyulitkan hamba-Nya. Katanya, Tuhan tidak akan memberikan
ujian yang tidak bisa dilalui hamba-Nya. Katanya, Tuhan menyayangi kita. Fakta
yang tidak mungkin terbantahkan, katanya. Masihkah aku percaya ?, bahkan saat
aku mempertanyakan kepercayaanku. Mungkin para iblis di neraka sedang menggongong
mencemoohku. Mungkin ?, ya mungkin...
Diakhir
November, Sabtu kelabu. Aku masih
berpijak pada trotoar di pinggir jalan. Fikiranku melayang... jauh menembus
awan hitam. Lalu keperhatikan sekitar. Beberapa di antara mereka berjalan
bergandengan tangan, berlindung di bawah satu payung. Lalu, seorang ibu dengan
payung kuning di tangan kanannya dan seorang anak perempuan mungil di tangan
kirinya melintas di hadapanku. Langkah buru-buru mereka menciptakan cipratan
kotor di sekitar sepatuku. Aku hanya diam memperhatikan. Memangnya apa yang
bisa ku lakukan ?. otakku menyuruhku untuk melangkah.
TIIINNNN
TIIINNNN
Bahkan
di tengah keramaian polusi suara manusia yang berlomba dengan rintikan hujan,
yang ku rasakan hanya ‘ aku disini, sendiri’. Mainset. Dua hal yang ku yakini
pasti ada didunia ini, hanya Tuhan dan kehidupanku. Teman ? Aku tidak
membutuhkan teman yang memasang topeng dengan garis lengkung yang dibuat
semanis mungkin di bibir mereka. Oh... jangan anggap aku seorang introvert, aku
hanya berfikir realistis.
Bangunan
itu berwarna putih gading. Rumahku yang seharusnya menjadi istanaku. Namun
tidak lagi saat ini. Bau alkohor menyengat bercampur dengan bau rokok dan bahan
kokain lainnya. Disudut ruangan yang ku lihat hanya perempuan dengan pakaian
super minimalis. Bolehkah aku menyebut mereka hampir telanjang ?. Lalu
laki-laki dengan jaz eksekutif dengan dompet tebal. Sekumpulan orang-orang munafik
yang terjebak kehidupan. Mungkin iblis telah mengambil alih otak jenius mereka.
“Sweetheart...,
” suara wanita itu membuatku mual.
“Kau
sudah pulang ?, ” mungkin itu suara pelanggan ‘nya’, atau suara kakak laki-laki
ku ?. Bahkan aku sudah lupa bagaimana suara orang yang ku sebut ‘kakak-ku’ itu.
“Siapa
dia, hmmm cukup manis, ” suara berikutnya meyakinkanku bahwa laki-laki itu
bukan kakakku.
“Shut
Up your fucking mount, Jerk! Dia bukan ‘barang’ disini !, ” itu baru suara
kakak laki-lakiku.
Melangkah,
yang kulakukan hanya terus melangkah. Bersembunyi di tempat paling aman.
Menghindari hal biasa yang selalu membuatku ketakutan. Kakak perempuanku, mereka
jual. Mereka ? ya mereka, ayah dan ibu yang seharusnya melindungiku. Mungkin
akan tiba saatnya aku. Suatu hari nanti. Hari yang tidak pernah ku tunggu
kedatangannya.
KRIET
BLAM
“Hhhah...
hhah..”.
“God....
please... please, ” mungkinkah saat aku menyebut nama-Nya, Dia mendengarku ?.
Nafasku
memburu. Rasanya seluruh aliran darahku di ikat tali tipis yang membuat jantungku
tersumbat. Lalu, apa yang bisa ku lakukan ?. Hanya memandang lubang kecil
ventilasi kamar. Di antara kegelapan kamarku yang temaram ada pantulan warna
jingga di sana. Seperti hidupku yang suram ini, adakah setitik cahaya ?. Bahkan ketika kakiku telah melepuh karena
melangkah ke depan. Tuhan tidak juga memberikan cahaya itu kepadaku.
Berapa
lama lagi aku harus bertahan ?, kayakinanku hampir hilang. Seperti sunset yang
berganti dengan malam gelap karena bulan bersembunyi di antara awan-awan
mendung. Mereka para awan hanya bisa memandangku, mengucilkanku tanpa pernah
mencoba membawaku berlari di belakang mereka. Tidak ada pertolongan, hanya aku
disini.... sendiri.
SRET
TES...
TES... TES....
Mataku
terpejam meresapi semua ekstasi yang ku dapatkan dari goresan-goresan yang ku
tolehkan di pergelangan tangan. Cukup dalam untuk membuat luka namun tidak
untuk membunuhku. Entah sejak kapan, silet adalah ‘sahabat’ paling setia yang
selalu ada di dompetku. Self injury, gangguan mental yang tidak ku sadari kapan
datangnya. Hanya satu yang ku tahu, saat tetesan darah itu mengalir keluar dari
epidermis-ku, ketenangan luar biasa akan menyambutku. Meyakinkanku bahwa
hidupku belum berakhir.
Mungkin
sunset telah berakhir. Mungkin malam selalu identik dengan gelap. Namun Tuhan
masih memberikan waktu untukku. Mungkin tidak untuk saat ini, namun nanti.
Mungkin sunrise ada di penghujung waktuku. Mungkin juga ‘ia’ sedang menungguku
saat ini. Bersama keyakinanku terhadap Tuhan yang menipis, Langkah-langkah
kecil dari kedua kakiku akan membawaku ketempatnya. Hanya terus melangkah
sampai Tuhan mengambil kedua kakiku, hanya terus melangkah. Memangnya, apa lagi
yang bisa ku lakukan ?, karena ini adalah penderitaan-ku dan langkah-ku ingin
mengubahnya menjadi kebahagiaan.
“Katanya,
Tuhan menciptakan mahluk-Nya bukan untuk menderita.... Bolehkah aku percaya ?”.
wiiih ... bagus ceritanya .. tambahin dunk ceritanya IndriKN
BalasHapus