YOUR COMMITMENT : YOUR RESPONSIBLE
Penulis : Indri KN
Panggil
saja dia Kaana. Lahir di Jakarta, 30 Desember 1994. Tubuhnya mungil, tingginya
158 cm dengan berat 46 kg. Senyumnya manis seperti bayi. Dia tidak suka
matematika, namun pintar matematika. Hidupnya sudah sempurna menurutku. See ?
betapa Tuhan begitu menyayanginya. She have strong heart. She is my idol.
Sudah
menjadi rutinitasku, mengikutinya mengantar koran setiap pagi, sebelum aku
pergi ke kampus. Dia semester akhir dan aku semester satu. Dia tinggal sendiri
di kosan-nya, orang tuanya menetap di Bandung. Terkadang aku berfikir, apa yang
sebenarnya ada di otak anak-anak orang kaya ?. Seperti kak Kaana contohnya.
“Sebenarnya
uang bulanan kakak itu berapa ?, sampai kerja antar koran segala”, tanyaku
sambil mengikutinya dari belakang.
Kak
Kaana menghentikan langkahnya. Sontak aku juga berhenti. Hatiku mulai was-was
dengan apa yang tadi aku ucapkan. Menghancurkan mood kak kaana di pagi dini
seperti ini bukanlah awal yang bagus.
Kak
Kaana berbalik dan mendengus pelan, aku menahan nafasku takut. Beberapa langkah
dan dia berada di hadapanku saat ini. Lalu dengan senyumnya yang manis dia
berkata “ Ini masalah tanggung jawab, Anak kecil tau apa, sih...”.
Sekarang,
aku lah yang mendengus kesal. Hell !,
kami hanya berbeda 4 tahun, dan dia mengatakan hal yang seolah-olah membuatnya
terlihat dewasa. Dasar tua !
“Apa
yang harus di pertanggung jawabkan ?, kakak memiliki banyak hutang ya ?, pasti
dikejar-kejar rentenir ya ?”, tanyaku penasaran.
Dia
menggeleng
“Lalu
apa ?”, tanyaku lagi.
“Apanya
yang apa ?”, tanyanya menggantung.
“Tanggung
jawabnya...”, jawabku gemas. Rasanya pengen
nyeburin kakak satu ini ke kolam penuh ikan piranha deh !.
“Ya,
tanggung jawab. Komitmen !”, jawabnya singkat. Unghh... sungguh tidak tahu diri
!.
“Apa
sih kak !, serius nih !”, sunggutku.
Kak
Kaana membekap mulutnya menahan tawa.
“Penasaran
ya ?”, tanya Kak Kaana. Aku mencebik.
“Begini
begini... Ini bukan karena uang bulananku tidak cukup atau aku terlilit hutang.
Ini karena keputusanku sendiri. Sebuah komitmen yang ku buat”.
Aku
mengerutkan alisku bingung. Bibirku mencebik lagi. Tidak puas dengan jawabannya.
“Saat aku memutuskan
untuk kuliah di Jakarta dan tinggal sendiri di sana-,”,.
Aku mengangkat wajahku
yang menunduk saat mendengar suaranya.
“-artinya aku siap
bertanggung jawab untuk diriku sendiri. Harus mandiri dan bijaksana, itu
komitmen !. Orang tua adalah hal yag penting bagiku. Sekarang, dengan menjual
koran ini, aku sedang belajar menjadi mandiri. Aku mempertanggung jawabkan
perkataanku untuk menjadi mandiri dan tidak lari dari masalah, itu komitmen !.
Bagaimanapun aku akan bertahan untuk meminimalisir menggunakan uang pemberian
orang tuaku, itu juga komitmen !. Walaupun begitu sedikitpun aku tidak ingin membuat
kedua orang tuaku khawatir mengingat aku sendiri disini. Terlebih membuat
mereka kecewa karena aku tidak bisa mempertanggung jawabkan ucapanku.
Sedikitpun aku tidak punya niat melakukannya”, jawab Kak Kaana.
Setelahnya sunyi. Aku
mencerna apa yang barusan di katakannya. Tentang tanggung jawab dan orang tua.
Aku belum pernah memikirkan hal sedalam ini sebelumnya. Jadi ini yang ada di
otak orang dewasa.
“Rina ! isss... jangan
bengong”, suara kak Kaana membuat fokusku kembali.
“Apa sih kak, sok puitis deh kata-katanya”,
ucapku bercanda.
Kak Kaana menggelengkan
kepalanya pasrah, “Ck ck ck dasar anak kecil !,emang susah ngomong sama bocah, pasti gak connect”.
Kami menghentikan langkah
kami, menatap matahari terbit di sebelah kanan kami. Rasanya, fikiranku mulai
melayang saat ini.
Kalau di fikir-fikir, aku ini bukan anak yang terlalu membanggakan. Tapi aku sedang dalam proses untuk menjadi
anak yang membanggakan . Mungkin aku hanya anak 16 tahun di masa
pubertas. Namun, seperti ucapakan Kak Kaana, mulai saat ini aku akan belajar
mempertanggung jawabkan apa yang aku katakan dan apa yang aku lakukan. Itu komitmen !.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar