Buku
merupakan salah satu sarana belajar yang digunakan oleh para pelajar. Fotocopy
buku merupakan salah satu budaya yang tidak bisa dipisahkan dari para pelajar
tersebut. Harga buku yang mahal menjadi salah satu faktor yang membuat para
pelajar enggan membeli buku yang asli dan lebih memilih fotocopy. Faktor lain
adalah sulitnya mencari buku-buku karangan lama yang sudah tidak diterbitkan
lagi, sehingga membuat banyak pelajar mencari jalan pintas dengan melakukan
fotocopy buku. Jadi, apakah fotocopy buku secara hukum melanggar hak cipta?
Undang-undang
nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dijelaskan bahwa hak cipta adalah “hak
eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberi ijin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Berdasarkan
UU diatas dapat kita simpulkan bahwa hak cipta adalah hak yang diberikan pada
pencipta buku untuk memperbanyak ciptaannya dan bila ada pihak yang ingin
memperbanyak buku tersebut, maka dibutuhkan ijin dari pencipta. Sedangkan dalam
prakteknya fotocopy atau memperbanyak buku dilakukan tanpa idzin pencipta buku.
Lalu, apa sangsi yang diterima oleh pihak tersebut?
Pasal 9 ayat (3) UU
Hak Cipta menyebutkan, “Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang
melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.”
Lalu
adakah fotocopy buku yang diperbolehkan dalam hukum?
Ada fotocopy yang diperbolehkan dalam hukum yaitu penggandaan
untuk keperluan pendidikan dengan menyebutkan sumbernya. Hal ini di
jelaskan pada UU Pasal 44 ayat (1).
Fotocopy buku telah menjadi budaya yang oleh sebagian orang
dianggap benar. Perkembangan teknologi dalam mendapatkan sumber informasi tidak
diselaraskan dengan perhatian terhadap hak cipta dari pemilik informasi itu
sendiri. Sehingga, perlu peran pemerintah untuk mencegah budaya fotocopy
semakin meluas dan juga dibutuhkan kesadaran masyarakat dalam mengatasi masalah
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar